Senin, 14 September 2009

Indonesia Negara terkorup yang tidak ada koruptornya

Indonesia Negara terkorup yang tidak ada koruptornya.

Kegagalan demi kegagalan instansi penegak hukum dalam mengimplementasikan program-program pembaharuan dan hukum peradilan telah membuat orang tidak percaya dengan supremasi hukum.

Tidak hanya di dalam negeri tetapi di luar negeripun orang tahu bahwa hukum di Indonesia sangat terpuruk.

Korupsi tidak bisa lagi ditangani oleh hukum di Indonesia Faktanya Indonesia adalah salah satu Negara terkorup di dunia, tetapi koruptornya tidak ada. (anekdot peradilan Indonesia).

Sepanjang hari panggung hukum Indonesia terus dikritik sebagai hukum terburuk di dunia, membingungkan, menjengkelkan, tidak dapat dipercaya dan seterusnya.

Keputusan MA atas kasus Akbar Tanjung dan Keputusan Pengadilan Tingkat Pertama Tipikor kasus Century, hampir semua opini masyarakat menyuarakan kesenadaan reaksi, yaitu kegetiran, kekecewaan, keputusasaan, ketidak berdayaan dan kemarahan.

Banyak komentar dan istilah yang diberikan atas realita atas hukum di Indonesia, antara lain bahwa hukum yang Abrakadabra, secara bertahap dan terstruktur keadaan penegakan hukum sangat amburadul.

Etika llmu hukum mulai luntur dan profesionalisme hukum mulai ditinggalkan (J.E. Sahetapy, Kompas , Desember 2003) , produk hukum kita tidak berbobot, kurang cepat bergerak, integritas personilnya bermental bobrok dan Koruptif.

Turut Belasungkawa Atas Boroknya Hukum di Indonesia (Suara Merdeka, Februari 2004), Jangan Percaya Hukum , Dunia Peradilan Telah Kiamat (kompas, Februari 20004).

Hukum tidak dapat lepas dari kepentingan ekonomi dan politik. Banyak kepentingan ekonomi yang terlibat dalam pembuatan dan penegakan hukum di Indonesia. Di samping bidang ekonomi , hukum sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan kekuasaan.

Intervensi dan lobi atas kasus-kasus hukum adalah realitas buruk peradilan Indonesia. Apalagi tidak tersedianya system hukum yang betul-betul memproteksi kemungkinan negosiasi perkara.

Dari keputusan palu MA atas kasus Akbar Tandjung dan Keputusan Century itu membutikan bahwa hukum dipenjara oleh kepentingan politik.

Lembaga peradilan yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan hukum dan menciptakan keadilan tanpa pandang bulu, ternyata hanya melayani segelintir orang yang dianggap dekat dengan kekuasaan.

Oleh karena itu wajar apabila publik berpendapat bahwa hukum kita telah tidak berdaya, hukum digunakan tidak lebih sebagai alat pemanis belaka. Mahkamah Agung (MA) telah mempertontonkan kegagalannya dalam menjaga benteng terakhir dari penegakan hukum.

Di Pengadilan Niaga dikenal ada pengacara yang jarang kalah. Bahkan ada satu pengacara tekenal yang hanya sekali kalah di Pengadilan Niaga.

Kehebatan Sang Pengacara tidak terlepas dari kemampuannya dalam urusan lobi-melobi dan kedekatannya dengan para hakim Pengadilan Niaga.

Kalau lobi sukses, yang salah bisa dibenarkan dan yang benarpun bisa dipinggirkan. Seorang pengacara menerima perkara, yang dipikirkan pertama-tama bukan landasan hukumnya, tetapi siapa hakim yang bisa dihubungi, bagaimana lobi dengan hakim dilakukan.

Dengan demikian, yang dibutuhkan agar menjadi pengacara besar dan kaya bukan pengetahuan tentang hukum yang dalam, tetapi justru kemampuan lobi dan trik untuk memanfaatkan celah-celah peraturan.

Stigma negatif masyarakat terhadap aparat penegak hukum di Indonesia dewasa ini merupakan suatu situasi yang sangat menyedihkan semua pihak.

Hukum di Indonesia seakan telah mencapai titik nadir, telah mendapat sorotan yang luar biasa, dari dalam negeri maupun internasional. Proses penegakan hukum acap dipandang bersifat diskriminatif, inkonsistensi dan mengedepankan kepentingan kelompok tertentu.

Terjadinya kerancuan visi dan misi hukum kita yang diikuti dengan perbedaan, bahkan pertentangan dalam strategi penyelesaian suatu masalah justru menimbulkan hal-hal yang kontra produktif .

Hukum bukan lagi dijadikan sarana untuk membedakan atau menegakkan kebenaran dan keadilan, melainkan hukum sudah dijadikan komoditi untuk dipertukarakan sebagai alat pembayaran untuk membeli hal-hal yang justru untuk menentang kebenaran dan keadilan.

Apalagi saat ini timbul persetruan antara penegak hukum dalam hal ini KPK (Cicak) dan POLRI (Buaya), masyarakat penuh tanda tanya ada apa dibalik itu semua ? Sungguh memprihatinkan !!!!

Sudah saatnya dan sudah seharusnyalah para Hakim , Polisi, Jaksa dan Advokat bergandengan tangan secara harmoni dalam berjuang mencegah dan memberantas korupsi yang mengancam bangsa ini.

Jika para penegak hukum dapat bersatu bergandengan tangan secara harmoni bergerak melakukan pembaharuan hukum, saya yakin korupsi lambat laun akan dapat dikikis dari bumi Indonesia.

Sudah merupakan keharusan, kita mendesak pada aparat penegak hukum khususnya para hakim agar dalam memutuskan suatu perkara jangan semata-mata sebagai corong undang-undang, hakim jangan semata-mata hanya mengingat apa yang menurut tafsirannya yang dikehendaki oleh undang-undang, tanpa mendengarkan dan melihat dinamika masyarakat.

Hendaknya para hakim dapat menunjukkan kebesaran dan kewibawaannya dengan memahami dan turut merasakan penderitaan rakyat.

Kita perlu mengajak para penegak hukum untuk menggunakan mata hati nurani menjalankan undang-undang itu secara cerdas dan bermakna.

Tidak terkungkung oleh cara berpikir yang positivis dogmatis yang sangat kental sifat formal dan legalistiknya hanya mengkutak-katik undang-undang secara rasional, dengan paradigma yang lebih realistik yang sesuai dengan struktur sosial bangsa Indonesia.

Adalah tragis apabila pengadilan kita yang ingin memiliki predikat Pengadilan Pancasilais, termasuk para hakimnya yang telah ditatar Pancasila dan diberi tahu betapa tingginya nilai Pancasila itu, apabila keputusannya tidak berani memihak kepada rasa keadilan rakyatnya.

Menyedihkan ? Memang , tetapi inilah realita yang harus kita akui secara jujur dan mencoba bangkit dari keterpurukan hukum kita selama ini.

Pemimpin dalam masyarakat paternalistik (budaya panutan) seperti Indonesia figur tertentu menjadi sangat penting dan bahkan tidak tergantikan oleh jargon-jargon manapun, karena dalam langkah seorang pemimpin akan dianggap sebagai langkah yang harus diikuti, dicermati dan dikritisi.

Oleh karena itu perilaku seorang Pemimpin merupakan contoh yng sangat penting dan efisien untuk menyatukn gerak langkah harmoni Penegak Hukum kita dalam memberantas tindak pidana korupsi dan penegakan HAM.